
Hujan yang dinantikan sejak beberapa waktu silam akhirnya tumpah membasahi Pesisir Selatan ranah Minang. Ia hadir membilas pasir Pantai Carocok tepat pada saat open ceremony Tour de Singkarak siap dihelat. Dalam linangannya yang membuat becek lokasi ceremony, terkandung harap agar kedatangannya mampu mengusir pekat asap yang masih bersetia menggantung mendung di langit Andalas. Derainya yang hadir satu per satu dalam sendu bagaikan jawab bagi sederet tanya serupa yang belakangan gencar mengudara di sejumlah media: akankah Tour de Singkarak batal digelar?
Meski udara terasa lembab dan kubangan muncul di banyak tempat, namun antusiasme warga untuk menyambangi lokasi open ceremony tetaplah tinggi. Mereka datang dengan rona wajah berseri, mengenakan pakaian terbaik, sambil (tentu saja tak lupa) menyandang gawai berkamera. Apa sebetulnya yang membuat antusiasme mereka membuncah? Benarkah event Tour de Singkarak yang menjadi biang keladinya?
Rangkaian acara open ceremony Tour de Singkarak (TdS) diawali dengan pentas tari payung yang merupakan salah satu tarian khas ranah Minang. Kemudian dilanjutkan dengan sesi perkenalan 21 tim pembalap yang berasal dari 11 negara. Indonesia sendiri mengirim 6 tim pembalap. Yang paling menggelikan dari sesi perkenalan ini adalah minimnya dukungan masyarakat lokal terhadap tim pembalap Indonesia. Audiens hanya riuh kala tim pembalap bule yang memperkenalkan diri dan berbicara sepotong bahasa Indonesia.
Sambutan yang meriah juga mereka layangkan pada tim pembalap Jepang. Menurut Pak Chen, supir yang menemani kami selama di Sumbar, tim pembalap Jepang memang terkenal ramah dan sabar melayani permintaan foto dari warga lokal. Mungkin itulah sebabnya, di samping tim asal Jepang memang merupakan salah satu tim pembalap yang handal.

Setelah sesi perkenalan, acara dilanjutkan dengan rangkaian sambutan dari chairman TdS, Ketua PB ISSI, Deputi P3N Kemenpar, dan pejabat pemda setempat. Di sesi ini masyarakat mulai bersorak tak sabar tiap kali para pejabat akan menyampaikan sambutannya. Alhasil, isi sambutan pun terpaksa diringkas demi membendung sorak – sorai yang semakin menjadi dari para audiens.
Jadi apa sebetulnya yang dinanti masyarakat dalam event open ceremony TdS kali ini?
Ternyata mereka sudah nggak sabar menunggu performance dari Band Wali!
Malam itu, tak kurang dari 10 hits milik Wali berkumandang memenuhi atmosfer Pantai Carocok. Rupanya Band Wali ini sangat digemari oleh masyarakat pesisir Painan, mulai dari anak muda hingga orang tua. Dengan kompaknya mereka bernyanyi sambil mengarahkan kamera ke sang idola. Sesekali mereka pun mengacungkan kedua jempol dan jari telunjuk ke udara; membentuk huruf ‘W’. Malam itu, Wali benar-benar sukses menghibur dan melegakan dahaga masyarakat Painan akan hiburan.

Kabut asap cederai konsep Tour de Singkarak
Sejatinya, Tour de Singkarak merupakan event nasional yang berperan sebagai media promosi pariwisata Sumatera Barat. Dengan mengadopsi konsep Tour de France di Prancis, rute TdS dirancang sedemikian rupa sehingga bisa mengcover seluruh kabupaten di propinsi Sumatera barat. Namun karena keberadaannya yang terpisah dari Pulau Sumatera, Kepulauan Mentawai terpaksa tidak dilintasi sebagai arena balapan, sehingga jadilah rute TdS hanya merangkum 18 dari 19 kabupaten yang ada.
Kerennya lagi, agar TdS ini benar-benar efektif sebagai media promosi pariwisata, maka dirancanglah rute balapan sedemikian rupa sehingga dapat melewati titik – titik destinasi potensial di tiap kabupaten. Harapannya tentu saja agar keindahan bentang alam yang melatari arena balapan dapat terekspos secara intens di berbagai media.
Namun sayangnya, konsep keren TdS yang telah berlangsung untuk kali ke-7 ini cedera dalam sekejap lantaran ulah segelintir pihak yang hanya berorientasi pada upaya memaksimalkan laba, sehingga jadilah kabut asap melatari hampir seluruh arena balap; menyembunyikan pesona Sumatera Barat.

Kabut asap sembunyikan pesona Sumatera Barat
Pantai Carocok di Pesisir Selatan merupakan grand start untuk TdS tahun ini. Dari Pantai Carocok, para racer akan melintasi arena balap sejauh 163 km hingga mencapai finish di Pantai Gandoriah, Pariaman. Di etape pertama ini para pembalap juga akan melintasi Teluk Bayur yang mengingatkan saya pada pemandangan spektakuler di pesisir Sekotong, Lombok Barat.
Di sisi kiri jalan, arena balap akan dilatari lanskap pulau – pulau kecil yang menyembul manis di antara deretan kapal ferry yang baru saja menarik sauhnya di pelabuhan Teluk Bayur. Saya bayangkan warna laut di pesisir selatan ini akan membiru indah kala langit menghampar cerah. Namun tentu saja itu hanya sebatas bayangan, karena apa yang tampak di permukaan adalah laut abu – abu dipayungi langit yang kelabu.

Menjelang finish di etape pertama, para pembalap lantas akan melintasi garis pantai yang panjang di pesisir Pariaman; mulai dari Pantai Kata hingga finish di Pantai Gandoriah. Pantai Gandoriah sendiri merupakan salah satu destinasi andalan Pariaman. Aksesnya yang mudah dicapai dari kota Padang karena dilalui jalur kereta menjadikan pantai ini senantiasa dibanjiri pengunjung kala akhir pekan tiba.
Meski Pantai Gandoriah bukanlah pantai berpasir putih dengan ombak yang ideal untuk berenang, namun pantai ini memiliki daya tariknya sendiri. Pertama, adanya sejumlah warung makan di tepi pantai yang menjual nasi sek.
Bukan. Jangan bayangkan nasi sek ini sebagai nasi yang bertanda kutip, kawan. Nasi sek sejatinya merupakan nasi yang dibungkus daun pisang dengan porsi sangat sedikit, layaknya nasi kucing di Jogja. Saking sedikitnya porsi nasi sek, sudah pasti nggak akan kenyang kalau makannya hanya seporsi. Seperti di restoran padang pada umumnya, nasi sek disuguhkan bersama sederet hidangan khas Minang yang bisa dipilih sesuai selera.
Selain nasi sek, Pantai Gandoriah juga memiliki Pulau Angso Duo yang hanya sepelemparan jangkar dari bibir pantainya. Di pesisir pantai ini juga sudah cukup banyak nelayan yang melayani akses penyeberangan ke Pulau Angso Duo dan pulau sekitar. Sayangnya, saya belum sempat melipir dan melihat-lihat isi bawah laut dan atas laut Pulau Angso Duo. Semoga bisa di TdS mendatang. 😀

***
Tak berbeda jauh dengan kondisi di etape pertama, kabut asap juga mewarnai etape kedua dengan warna kelabu hingga ke Danau Singkarak, danau yang menjadi ikon dalam perhelatan akbar bertaraf internasional ini. Danau Singkarak yang biasanya memesona dengan latar perbukitan bercorak perkampungan Minang, kini tak menyisakan penampakan apapun selain warna putih yang menggantung suram di langit hingga ke permukaan danau. Kalau sudah begini, lantas apalagi yang istimewa dari Tour de Singkarak selain hanya sebagai ajang kompetisi olahraga belaka?
terima kasih gan untuk infonya
LikeLike
TdS 2016 udah hampir habis nih mbk. Mbk nya kesini gk? btw si mbk tinggal dimana?
LikeLike
Gara-gara gencarnya berita Tour de Singkarak saat pertama kali diadakan,saya jadi penasaran sama Danau Singkarak dan makin pengen lihat Tanah Minang 🙂
LikeLike
aku yakin setelah liat ranah Minang kamu pasti langsung nyesel deh.
Nyesel kenapa nggak dari dulu liatnya 😀
LikeLike
Ah sayang banget asap menyelimuti, jadi ngak bisa liat pesona kecantikan ranah minang
LikeLike
sekarang sih udah balik normal kak 🙂
LikeLike
rindu temapt ini defi
LikeLiked by 1 person
pantainya udah mulai bersihan ya
LikeLike
wah, Winny udah pernah kesini yah? aku baru kali pertama. lumayan bersih sih pantainya. cuma emang bukan tipikal pantai yang pasirnya seputih bedak yah
LikeLike
pernah tahun 2010 defi tp dlu kotor dia
LikeLike
Salah satu cara promosi wisata lokal bagi pesepdah luar, emang top Indonesia! Tapi sayang gegara asap itu semua menjadi abu ya mba, tidak berwarna cerah huhu
LikeLike
Istimewa lho, kalo lain kali tidak ada lagi kabut asap (semoga) maka bersepeda dengan kondisi asap akan menjadi kenangan yang gak terulang kedua kali (amiinnn moga2 gak ada lagi kabut asap)
LikeLike
hhihi.. bersepeda menembus kabut asap akan jadi kenangan tersendiri ya kak? tapi semoga cukup sekali aja deh. aaminn
LikeLike
Keren kak sepedanya..mantap mbk tanah minang..
LikeLike
semua yg berbau Minang emang keren banget, kakk.. hhehe..
LikeLike
Mainlah kak k solo
LikeLike
siapp 😀
LikeLike
belum pernah nonton ini kakak 😦
kasian tim kita dicuekin
kalo di daerah gitu sih
liat bule kayak liat artis hehehe
LikeLike
iyaa kak, kasian. di rumah sendiri malah kurang dukungan. padahal pembalap kita jago2 juga lho. di etape pertama aja yg juara 2 dari Indonesia
LikeLiked by 1 person
Eh kalau ga salah ada yang salah jalur ya waktu balapan? Hahaha.
LikeLike
kalau nggak salah sih bener, kakk
LikeLike
wah sayang sekali ya 😦 padahal kalau langitnya cerah, pemandangannya bagus banget itu~
LikeLike
sedih banget kakk.. jauh2 pulang kampung, nggak bisa liat apa2 😥
LikeLike
sama kayak pas aku ke kalimantan kemaren 😦 ekspektasinya liat langit biru, kenyataanya liat langit kelabu karena asap 😦
LikeLike
bahkan Raja Ampat pun berasap, kakk.. jadi bingung kan mau liburan kmn. dimana2 asap 😦
LikeLike
duhh banyakin foto pembalapnya donk kaaak, terutama yg dari timur tengah 😛 *dilindes sepedah sama mas bebeb*
LikeLike
duhh.. sekarang udah nggak berani pajang foto cowok banyak2 kakk, takut dilindes sepeda sama suami
LikeLike