Jadi ceritanya saya sedang berada di Jogja ketika teman saya mengabarkan via sms kalau saya dan teman saya itu akan dinas ke Riau dalam waktu dekat. Horee!! Tentu saja saya selalu berbinar-binar tiap kali diutus untuk mengemban tugas negara pergi ke luar kota. Apalagi kalau bukan sambil menyelam, nyari harta karun terpendam a.k.a jalan-jalan, ehh, menghabiskan waktu luang dengan suasana berbeda di luar kota dehh
Insting traveling saya langsung bekerja: di Riau nanti mau kemana aja yaa? 💡 Dalam memori saya, yang kebetulan saat itu sedang menjenguk Borobudur, hanya terlintas Muara Takus. Sebuah kompleks candi, sama-sama Candi Budha, dan merupakan situs candi tertua di Pulau Sumatera. Sipp lah :lol:. Setelah tempo hari puas menapak tilas Candi-candi Hindu di Prambanan dan Kompleks Candi Arjuna, sekarang giliran Candi Budha.
Berawal dari obrolan sopir yang menjemput kami dengan teman saya (yang sepertinya sangat doyan belanja karena belum apa-apa yang pertama kali dia tanya adalah seberapa jauhkah Pasar Bawah dari tempat kami menginap). Si abang sopir pun menjawab: “jauh bu, sekitar 15 menit”. He?! Cuapedey!! Kalau di Jakarta, sih, 1 jam aja masih termasuk deket bang! hhehe.. Lalu ikutanlah saya bertanya juga sejauh apa sih Muara Takus. “TIGA JAM!”, kata si abang sopir. Huaduh, itu pastilah super duper ‘jauh’. Pupuslah seketika keinginan saya untuk bisa kesana secara waktu kunjung kami sangat terbatas.
Begitulah. Akhirnya di Riau saya tidak kemana-mana. Hanya tawaf kecil-kecilan mengelilingi pusat kota Pekanbaru kemudian berseliweran di Pasar Bawah, serius mencari oleh-oleh. Aktivitas yang biasanya tidak menjadi prioritas utama saya ketika pergi keluar kota
Tiap kali keluar kota saya selalu mencari sesuatu yang khas dari kota itu untuk saya simpan sebagai kenang-kenangan. Di Pasar Bawah itulah saya menemukan songket riau yang bikin saya lapar mata. Abis songketnya bagus-bagus sih. Saya sampai beli beberapa pasang yang entah kapan akan saya jahit. Yang penting kenyang dulu matanya Di Pasar Bawah saya juga menemukan kaos riau yang sangat oke kualitasnya. Lucu-lucu dan kece-kece gambarnya, seperti Dagadu kalau di Jogja. Tapi yang ini lebih murah. Dan lagi-lagi saya dibikin kalap 😆 Yang susah disana adalah sewaktu mencari batik riau. Sekalinya nemu yang bagus, ehh, masih kain belum berbentuk. Jadi males belinya. Entah kenapa batik cewek disana jarang sekali yang sudah jadi.
Ternyata Pasar Bawah ini sangat tersohor daya tariknya. Sampai ada ungkapan belum ke Pekanbaru kalau belum ke Pasar Bawah. Kesan pertama waktu saya tiba di pasar ini, sih, menurut saya gak ada yang terlihat spesial. Terlalu biasa untuk bisa disebut sebagai objek wisata belanja. Tapi, begitu saya ngubek-ubek pasar ini dengan serius, barulah saya tahu kalau daya tarik pasar ini terletak pada barang-barangnya yang ternyata banyak berasal dari Malaysia dan Singapura. Itulah sebabnya mungkin yaa, meskipun mal-mal mulai membanjiri Pekanbaru, pasar ini tidak juga kehilangan daya magnetnya.
Kalau cukup jeli dan beruntung, kita bisa menemukan barang-barang impor berkualitas dengan harga murah. Yang penting, pandai-pandailah melakukan tawar menawar sebelum membeli. Karena pedagang disana sepertinya memberi harga dengan melihat logat kita. Kalau bukan warga lokal besar kemungkinan selisih harganya cukup lumayan. Saya yang biasanya sangat ahli dalam hal tawar menawar aja sempet kecele. hhehe.. Efek kalap dan lapar mata kali yaa?!
Apa aja sih yang bisa kita temukan di Pasar Bawah?
Mulai dari tas, dompet, karpet, songket melayu, keramik, sampai biskuit yang kesemuanya impor. Saya sampai bingung waktu nyari oleh-oleh makanan khasnya. Masa sih ke Pekanbaru tapi oleh-olehnya made in Malaysia. hhehe.. Ternyata makanan khas Pekanbaru adalah kue bantat bernama bolu kemojo. Menurut saya, sih, rasanya gak enak. Selain itu, ada juga lempok durian yang rasanya cukup lumayan. Yang paling enak adalah pancake durian yang harga lumayan mahal. Seratus ribu per kotak yang hanya berisi 10 biji. Kesemua penganan khas ini juga bisa ditemukan di Pasar Bawah. Jadi, gak cuma barang-barang impor aja, yang khas dan asli dari Riau juga banyak tersedia. Cukup lengkaplah pokoknya.
Sebelum pulang saya sempat diajak makan di sebuah restoran padang yang dibangun di atas Sungai Siak. Luar biasa sensasinya karena sembari makan bisa sambil ngeliatin kapal-kapal besar yang lalu lalang di depan resto. He?! Kok bisa?? Yaa bisa donk secara kedalaman sungai ini mencapai 20 meter. Malah kata Wikipedi, sebelum mengalami pendangkalan, kedalaman sungai terdalam di Indonesia ini pernah mencapai 30 meter 😯 Menurut cerita, dulunya sungai ini sering dijadikan sebagai tempat bunuh diri. Sekali nyemplung, gak nongol lagi. hiyy..
Ada yang berminat menguji nyali di sungai ini?? 😆

Note:
- Foto Pasar Bawah saya pinjam dari sini. Berhubung waktu itu tangan saya sibuk dengan plastik belanjaan jadinya gak sempat memotret, hhehe..
- Minggu ini saya berencana akan kembali ke Riau lagi. Semoga sepulang dari sana saya bisa bercerita tentang Muara Takus yaa 😀
ikut baca2 ya mbak
LikeLike
mari silakan masuk mas, selamat datang 🙂
LikeLike
yg di riau made in malaysia yg di malaysia made in Indonesia #bagus mba
LikeLike
iyaa yahh, jadi satu sama
LikeLike
wkwkwkwk… dasar emak2….
LikeLike
hhahahaa…
LikeLike