Kali kedua saya kesana, penampilan Gunung Kidul sudah sangat berbeda. Tak lagi terlihat spesial. Kenapa? Soalnya Gunung Kidul sedang menghijau. Tidak lagi nampak bukit-bukit kapurnya karena sudah nggak gundul lagi. Tidak juga saya jumpai barisan pepohonan yang meranggas. Sepanjang jalan adalah lembah, sawah, hutan, ladang, dan bebukitan hijau. Pemandangan nan tak langka. Jadinya yaa., biasa saja
Sejujurnya, Gunung Kidul yang sedang meranggas itu lebih eksotis. Bagai kota mati; berbalut sepi seperti tanpa penghuni. Menciptakan sensasi yang menggoda nyali. Apalagi kalau masih berseliweran di jalan selepas senja. Memacu adrenalin sekali. Seperti yang Mas Bayu dan saya coba cicipi dalam perjalanan kali kedua kami ke Gunung Kidul.
Setelah memastikan Tuan Matahari nan renta telah pulang ke peraduannya, barulah kami beranjak dari Pantai Sundak. Selepas senja, alam raya menjadi gelap gulita seketika. Tak lagi jelas apa yang sedang kami lalui. Apakah hutankah, lembahkah, sawahkah, atau kuburankah. Secara Gunung Kidul itu sangat minim sekali penerangannya. Jangankan lampu jalan, rumah penduduknya saja jarang-jarang. Jarak pandang hanya sebatas sorot lampu roda dua yang kami kendarai. Rasanya seperti memasuki terowongan bawah tanah yang ujungnya dimana entah. Bikin adrenalin membuncah. Siapapun yang pernah melintasi Gunung Kidul di malam hari pastilah sangat mengerti dengan sensasi ngeri yang saya alami
Lebih seru lagi begitu nengok ke belakang. Bener-bener gelap gulita tanpa cahaya. Sejumlah potongan adegan (aneh) berkelebatan di kepala. Mulai dari adegan nuntun motor karena bannya bocor, lalu sial ketemu geng motor. Di palak habis-habisan, ditinggalin sendirian. Nangis bombay nunggu bantuan di pinggir jalan. Lalu adegan motor meluncur masuk jurang karena panggar pembatas yang nggak jelas. Sampai adegan sundel bolong di film Suzana, yang tahu-tahu gantiin saya di jok belakang. Sayanya nyangsang di pohon. hhehe.. Serulah pokoknya. Bagai memasuki lorong fantasi. Padahal tadinya kami prediksi kalau jalanan tidak akan sesepi ini secara saat itu long weekend dan pantai cukup ramai.
Kalau di tulisan sebelumnya saya bilang tarif masuk ke pantai-pantai di Gunung Kidul itu gratis, ternyata itu karena kebetulan saja kami berkunjung ke sana pas pantainya lagi sepi pengunjung. Petugas karcisnya (mungkin) jadi ogah-ogahan jaganya. Meskipun dipungut retribusi, tapi murah banget kok tarifnya. Cuma 5 ribu untuk karcis terusan Pantai Baron, Kukup, Sepanjang, Drini, Krakal, dan Sundak. Dan 3 ribu untuk karcis terusan Pantai Ngobaran, Nguyahan, dan Ngrenehan. Murah, kan?! 😆
Cukup banyak juga pantai yang bisa kami kunjungi hari itu. Total ada sembilan Pantai! 😯 hhehe.. Ya, memang pantai-pantai yang kami kunjungi kali ini saling berdekatan lokasinya. Jadi cukup menghemat waktu tempuh. Baiklah, mari kita mulai jelajahi satu per satu 😀
Pantai Ngobaran adalah yang terfavorit untuk kunjungan kali ini. Berkunjung ke pantai ini kita bukan hanya akan disuguhi keeksotisan pantainya semata, tapi juga pesona keharmonisan budaya. Sejumlah arca dan stupa Budha menghiasi sejumlah sudut di pantai ini. Bikin pantai jadi eksotis, cantik banget! Di sudut lain pantai terdapat pula sebuah Masjid yang berdiri berdampingan dengan Pura. Harmonis yaa?! 🙂 Yang aneh, Masjidnya bukan menghadap ke barat, melainkan ke arah selatan, menghadap pantai. Aneh banget kan?!
Misalkan tanpa atribut budaya yang melekat pun, pantai ini tetaplah menarik. Malah menurut saya paling memesona diantara kesembilan pantai yang kami sambangi hari itu. Meskipun tanpa pasir putih yang menghampar. Karena pantai ini diapit tebing-tebing yang keren banget. Salah satu tebingnya bisa didaki dengan mudah karena sudah dibuatkan aksesnya, berupa tangga setapak yang ada di sisi sebelah kanan pantai. Pastinya kalau berdiri di situ akan kelihatan view pantai yang lebih kece dong 😆 Waktu kami kesana, sayangnya ombaknya sedang pasang. Katanya, sih, kalau air sedang surut, viewnya bisa lebih bagus. Di pesisirnya akan terlihat hamparan rumput laut. Di sela-sela karangnya juga bisa dijumpai sejumlah biota laut. Kalau pengen kejar-kejaran dengan ombak, tinggal jalan saja sedikit ke arah kanan tebing, nanti akan ketemu pantai sempit berpasir putih. Itulah Pantai Nguyahan.
Masih satu jalur dengan Pantai Ngobaran adalah Pantai Ngrenehan. Karakter pantai ini mirip dengan Pantai Baron: pantai sempit, deretan perahu nelayan, dan tempat pelelangan ikan.
Pantai Sepanjang, Pantai Drini, Pantai Krakal, Pantai Sundak, dan Pantai Indrayanti berada satu jalur dengan Pantai Baron dan Kukup. Saling berdekatan letaknya.
Pantai Sepanjang, seperti namanya, merupakan pantai berpasir putih bersih dengan garis pantai yang panjang membentang. Pantai yang didaulat sebagai Pantai Kuta kedua ini sepertinya baru saja dibuka jalur wisatanya karena waktu kami ke sana aksesnya masih berupa tanah yang sedang mulai diaspal. Kalau Pantai Drini, daya tariknya adalah pulau karang yang dinamakan Pulau Drini. Dari puncak pulau ini bisa kelihatan pemandangan Pantai Sepanjang, Sundak, dan Krakal sekaligus. Untuk bisa sampai ke puncaknya pun tidak perlu bersusah payah karena sudah dibuatkan aksesnya.
Pantai Sundak dan Krakal memiliki view yang hampir sama. Pulau karang yang terlihat dari Pantai Krakal juga terlihat dari Pantai Sundak. Berdampingan dengan Pantai Krakal adalah Pantai Sarangan. Heran, kenapa ya diberi nama berbeda?! Padahal pantainya cuma dipisahkan batu karang. Seperti Pantai Ngobaran dan Pantai Nguyahan yang juga dibedakan namanya, padahal letaknya cuma dipisahkan sebuah tebing.
Kalau Pantai Indrayanti paling asyik buat nongkrong, karena sepanjang pesisirnya adalah gubuk-gubuk warung makan. Diantara kesembilan pantai, saya perhatikan Pantai Indrayanti ini paling ramai pengunjungnya. Niatnya, sih, tadinya pengen menikmati senja di pantai ini. Tapi berhubung kami kurang menyukai keramaian, jadilah kami putar arah kembali ke Pantai Sundak lagi. Ternyata senja di Pantai Sundak sangat cantik. Tuan matahari nan renta, dibingkai pulau karang di kedua sisinya. Dinaungi jingga langit senja. Ahh.. kece bangetlah pokoknya 😉
Satu kesamaan yang dimiliki hampir semua pantai di Gunung Kidul adalah pesisirnya. Hamparan pasir dan laut lepas dipisahkan oleh karang-karang datar yang di tiap ceruknya tersembunyi rupa-rupa biota laut juga ditumbuhi aneka tumbuhan laut. Saya cuma familiar dengan rumput laut. Yang lain entah apa namanya.
Asal mula penamaan sejumlah pantai di Gunung Kidul juga unik. Seperti Pantai Sundak yang dinamakan begitu karena di pantai ini dulu pernah terjadi perkelahian antara anjing (asu) dan landak. Ada pula mitos tentang Prabu Brawijaya V dan istrinya yang pernah membakar diri di Pantai Ngobaran sehingga jadilah dinamakan Pantai Ngobaran. Lalu Pantai Indrayanti yang sebenarnya oleh pemda setempat dinamai Pantai Pulang Syawal tapi justru lebih populer dengan sebutan Indrayanti. Dan Indrayanti itu ternyata tak lain tak bukan adalah sebuah cafe dan restoran di Pantai Pulang Syawal yang dinamai sama dengan nama pemiliknya
Total ada 13 pantai di Gunung Kidul yang telah kami sambangi. Kalau ditanya mana pantai tercantik dan mana yang terfavorit, pilihan saya jatuh pada Pantai Siung, Kukup, dan Ngobaran. Pantai Siung paling cantik, Pantai Kukup terfavorit, Pantai Ngobaran paling eksotis. Kalau boleh nambah satu lagi, Wediombo juga kece lho. Kalau waktunya terbatas, saran saya prioritaskanlah dulu untuk mengunjungi keempat pantai itu. Rutenya bisa dimulai dari Ngobaran ke Kukup, lalu Siung dan berlabuh di Wediombo. Kabarnya, senja di Wediombo itu sangat kece lho 😆
udah ke Sepanjang juga blm? tp yg bagian barat, sepi kaya pantai pribadi lho..
kebetulan dari Ngobaran sm Nguyahan juga hehe http://starsnapshot.blogspot.com/2013/02/ngobaran-nguyahan.html
LikeLike
di siung ga sekalian manjat tebing aja mbak 🙂
LikeLike
manjat pohon aja saya gak bisa mas., hhehe..
LikeLike
Pingback: Pantai – pantai Tak Indah | TraveLafazr
Pingback: Worrying gets you nowhere! | Salju Gurun
kalo siung memang bagus mbak, apalagi ada jalur buat panjat tebing… tapi kalo ingin merasakan sunset yang bagus sih, di sundak atau dari atas tebing di pantai indrayanti
LikeLike
setuju! 🙂 sunset di sundak emang kece bgt mas Sigit. kalo di indrayanti aku belum pernah, hhehe..
LikeLike
Mungkin lagi waktunya menghijau ya. Ntar gundul lagi gitu? 😮
LikeLike
sepertinya begitu mba Dhyn, ada waktunya gundul, ada waktunya menghijau lagi 🙂
LikeLike
biasaa orang klo gundul ga suka tapi kamu suka yang gundul ya…
pengin euy rasanya ke gunung kidul, aku ke jogja paling ke marioboros. 😦
LikeLike
iyaa mas, gundul itu eksotis, hhehe..
LikeLike