
Sejauh ini, trekking menuju Curug Seribu merupakan perjalanan tergila yang pernah saya lakukan. Perjalanan menggoda adrenalin yang menuntut keberanian lebih daripada biasanya juga kesiapan fisik yang prima. Perjalanan yang saya dan Mas Bayu lakukan dengan persiapan ala kadarnya.
Bukan dengan sengaja kami lakukan perjalanan ini dengan percaya diri tanpa persiapan yang matang. Pasalnya, saya tidak menemukan satu artikel pun yang memberi informasi tentang betapa beratnya jalur trekking yang akan kami lalui. Jadilah kami pergi rekreasi hari itu dengan persiapan seperti akan bertamasya ke taman bunga.
Curug Seribu merupakan salah satu destinasi yang berada di kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE) Bogor. Setidaknya, ada 5 (lima) destinasi air terjun yang bernaung di kawasan GSE ini. Menurut info yang saya dapat di internet, Curug Seribu merupakan yang terindah di antara ke empat curug lain. Memiliki ketinggian mencapai 100 meter dengan debit air yang sangat besar. Artikel itu hanya berujar bahwa Curug Seribu merupakan yang “paling indah”. Tidak ada kata “paling menantang jalurnya” atau “paling berbahaya”. Dan dua kata “paling indah” itu sudah cukup untuk menghipnotis kami, menjadikan Curug Seribu sebagai sasaran utama wisata hari itu.
Tiba di pintu masuk curug, kami diminta untuk mengisi buku tamu dan membayar tarif masuk sebesar 5 ribu per orang. Tanpa karcis seperti ketika memasuki pintu gerbang utama yang juga bertarif sama. Oleh petugas yang sepertinya warga lokal, kami diberi tahu untuk tidak menghiraukan police line yang terbentang di sekitar lokasi curug. “Lewatin aja,” ujarnya. Dengan kata lain mungkin si petugas ingin bilang: Nggak usah takut. Police linenya cuekin aja. Nggak ada apa-apa kok. Aman.
Saya jadi teringat dengan salah satu artikel yang saya temukan sewaktu browsing mencari lokasi. September 2011 lalu, 4 orang wisatawan lokal ditemukan tewas di lokasi curug karena terseret arus. Berita ini sama sekali tidak menyurutkan keinginan saya untuk menyambangi Curug Seribu karena saya memang nggak ada niat untuk berenang, hanya ingin memandangi keindahan curugnya saja.
Kira-kira seratus meter setelah pintu masuk curug, kami dicegat palang melintang yang menghalangi jalan. Di dekat palang ada papan bertuliskan “Untuk sementara lokasi wisata Curug Seribu ditutup untuk umum.” Palang itu nggak sepenuhnya menghalangi jalan, sih. Kami tetap bisa lewat dan melanjutkan perjalanan.
Mulanya jalur yang kami lewati berupa jalan setapak mendatar yang terapit hutan di kiri dan kanan. Selang berpuluh meter kemudian, jalurnya berangsur menurun. Semakin jauh langkah, semakin terjal jalurnya. Tingkat kemiringan jalan pun semakin menggila. Kadang jalurnya berupa tumpukan batu centang-perenang yang rawan longsor. Kadang berbentuk undakan dengan ketinggian dan kemiringan yang bikin deg-degan.

Ruas jalur pun semakin menyempit hingga cuma bisa dilalui oleh satu orang. Banyaknya bebatuan yang ditumbuhi lumut membuat jalur menjadi licin hingga kami harus ekstra waspada dan hati-hati kala melangkah. Terpeleset sedikit saja bisa fatal akibatnya karena kini di samping kanan kami adalah jurang tanpa pagar.
Tiap kali berselisih dengan pejalan lain saya selalu bertanya apa masih ada orang di bawah? Tiap kali yang saya maksud tidaklah banyak. Hanya sesekali tiap beberapa ratus meter. Dan hanya beberapa kali sepanjang perjalanan karena lokasinya memang sangat sepi. Mereka pun selalu mengingatkan agar kami berhati-hati dengan kondisi jalan yang sangat licin.
Meski demikian, kondisi jalan yang semakin menggila tidak lantas menyurutkan langkah. Gurauan dan celetukan ngalor-ngidul terus kami lontarkan di sepanjang perjalanan demi mengusir rasa takut yang diam-diam mulai merambat.
Dan rasa takut saya pun akhirnya membuncah kala tiba-tiba hujan mengguyur hutan dan menderas dengan cepat. Jalan batu berlumut terasa semakin licin. Medan terasa semakin mengancam. Langkah pun semakin payah karena sekarang kami harus berpayungan supaya tidak menggigil kedinginan karena basah. Tentu saja membawa baju ganti nggak terpikirkan sama sekali.

Kami kembali berselisih dengan pejalan yang bergerak menjauhi area curug. Mereka menghimbau agar kami berbalik arah saja karena sangat berbahaya berada di area curug saat sedang turun hujan. Huahh.. Sudah sejauh ini melangkah, melewati medan yang demikian parah, masa mau berbalik arah gitu aja?! Gemuruh air terjun juga sudah mulai terdengar. Kami hampir sampai. Sayang banget kalau harus putar arah.
Setelah menempuh lintasan sejauh 1 kilometer, hampir satu jam lamanya, akhirnya kami sampai di tepi tebing tempat kami bisa dengan leluasa memandang keindahan Curug Seribu. Disanalah kami menemukan police line yang dimaksud oleh petugas di pintu masuk tadi. Police line itu membentang mengelilingi tepi tebing.
Tepat di bawah tebing menghampar sungai dengan bebatuan besar berwarna merah bata beserta kolam, yang sepertinya sangat dalam, tempat air terjun menghujam. Sangat tidak disarankan untuk berenang di bawah curahannya. Hujaman air terjun yang begitu dahsyat sepertinya akan membenamkan tanpa ampun siapapun yang mencoba menantangnya. Riuh gemuruh air terjun yang terdengar menggelegar sudah cukup untuk memperingatkan kami agar tidak nekat berada dekat-dekat dengan kolam.

Tapi, mana bisa puas, sih, kalau hanya menikmati pesona Curug Seribu dari tepi tebing?! Penasaran ingin mencicipi kesegaran airnya, akhirnya kami pergi menuruni tebing, mencapai sisi sungai yang cukup aman. Lokasinya cukup jauh dari kolam curug.
Puas berbasah-basahan, kami lantas berdiri di atas batu yang cukup tinggi dan besar yang tersebar di aliran sungai. Melihat lebih dekat ke segala penjuru. Memperhatikan burung jalak yang hinggap di atas batu. Memandang sisi lain tebing yang juga mencurahkan air terjun dengan debit air yang lebih bersahabat. Mungkin itulah sebabnya destinasi ini dinamai Curug Seribu. Karena selain curug utama juga terdapat beberapa curug lain dengan debit air yang jauh lebih kecil, walau tidak sampai seribu jumlahnya
Saat sedang larut mengecap nuansa sambil menikmati bekal yang kami bawa, seorang penduduk lokal berujar kalau air bah bisa datang tiba-tiba. Dengan seketika. Debit air terjun yang melonjak drastis sewaktu hujan bisa menghantam hingga ke batu tempat kami berpijak. Mendengar peringatan itu serta merta kami kocar-kacir kembali ke atas tebing.
Hujan semakin deras mengguyur. Kami memilih melanjutkan perjalanan kembali ke atas karena tak ada tempat memadai untuk berteduh di sekitar tebing, di samping rasa khawatir akan kemungkinan longsor dan sambaran petir.
Jalan batu kini terasa semakin licin. Medan yang harus dilalui menjadi berkali lipat beratnya ketimbang waktu datang karena kini kami mesti mendaki; menyusuri jalan setapak menanjak, berundak-undak tinggi lagi sempit dengan tingkat kemiringan yang sinting.
Tiap sebentar kami berhenti sejenak untuk mengatur nafas sambil sesekali mengintip ke dasar jurang. Ngeri! Sepanjang jalan saya berusaha untuk selalu menjaga fokus pada tiap langkah kaki dan nggak berani melirik ke atas, ke arah deret undakan yang akan dilalui. Khawatir pemandangan itu bisa bikin lemas duluan, lalu menurunkan semangat serta energi secara drastis. 😐
Alhamdulillah, medan yang super duper berat berhasil terlampaui. Syukurlah kami nggak sampai bertemu binatang buas. Tidak juga mengalami hal-hal aneh berbau mistis. Selamat lahir batin tanpa cacat. Cuma pegal yang teramat sangat aja di sekitar paha dan betis. 😕
Bagaimanapun berat dan menantangnya jalur yang kami lalui, saya sungguh benar-benar menikmati wisata kami hari itu. Satu hal yang saya yakini pasti, keberanian saya melonjak drastis sejak hari itu. 😎
Tips Gembol Ransel ke Curug Seribu:
Hindari datang ke sini kala musim hujan karena selain jalur yang semakin licin juga dikhawatirkan rawan longsor. Pagi hari di penghujung musim hujan merupakan waktu paling pas untuk bertandang karena debit air masih cukup besar sehingga curug kelihatan lebih indah.
w aja orang bogor blm pernah ke curug seribu,,hehe
LikeLike
Pingback: Perjalanan Wisata ke Curug Seribu « Sobatpenghibur
Kejadian nyata. Kejadian ama gw sendiri. Hari itu gw bareng tmn2 kntr Bank niaga bogor . Hiking ke curug seribu. Trek nya emang mantabs sedikit keringet gw ngucur.. tp pas udah smpai di bibir tebing curug seribu ilang semua rasa cape gw.. dan ga mau keilangan momen seru nya dicurug seribu. Gw dan tmn2 pun mandi pinggir curug seribu karna ga mungkin mandi dibawah curug nya. Bayangin aja tingginya aja 100m apalagi tekanan air kebawahnya bisa2 metjret gw..setelah asik mandi gw mkn perbekalan yg dibawa dan tiba2 turun hujan deres benget..pas ujan turun ada kakek2 teriak dr atas tebing.. “heyy..kalian cepet pergi dari situ” kamipun gegas pergi dr tempat batu yg buat kami mkn itu.. kamipun pulang….dan ke esokan harinya setelah gw plg kerja. Gw liat tipi ada berita kalo ada korban 4 orang yg hanyut terseret air bah Curug Seribu… gw lgs diem tanpa kata2 sambil mengusap dada. Alhamdulillah ya ALLAH…sy selamat dari kejadian itu..dan ternyata kejadian air bah itu sore nya setelah siang nya gw ada situ jg. Mungkin kakek itu yg ksh tanda ke gw dan tmn2 gw ya….Semua hanya ALLAH SWT yg punya rencana..Maha besar ALLAH SWT…
LikeLike
dulu udah penah ke sini sampe 3x, rombongan satu RT kalo liburan ya camping di sekitar sini, kalo udah bosen ke curug seribu, ambil jalur ke atas. nanti sampainya di kawah ratu. perjalanan waktu ke kawah ratu juga sama, gak ada informasi apalagi internet waktu itu blm ada.
modal tongkat bambu dan golok kami buka jalur yang sepertinya lama gak dilalui. kira2 dua jam menempuh jalur menanjak dan kadang berlumpur agak dalam. selamat mencoba 🙂
LikeLike
Wuih.. asikk yaa punya tetangga keren gitu 😀
Aku blm pernah sampai ke kawahnya. Kabarnya kadang uapnya berbahaya, jd blm berani trekking sampai sana
LikeLike
nice share oom.
cerita kita 11-12 lah, tanpa modal informasi cukup main sidak TKP live, hehe..
jadi tanpa bekal yg memadai.
Alhamdulillah kami pun selamat melalui jalur yang ektrem itu. sekarang sudah dibangun jalur alternatif juga dari atas menuju Pos 1. cuma dari Pos 1 ke Pos 2, tetap.. miring Sinting 😦
dan bisa bayangin Sob, sayasepanjang jalur yang katanya 1 KM itu gendong anak. 😀
Hanya satu kata syukur Alhamdulillah semua selamat & sehat, 🙂
Salam kenal.
*nanti lah sayapositng tulisan juga
LikeLike
tapi kadang main sidak langsung gitu lebih seru yaa? kayak dapet kejutan 😀
Salam kenal Fajr, nama kita mirip 🙂
LikeLiked by 1 person
iya, betul.. sidak itu lebih berasa adrenalinnya, hehe..
salam kenal juga Fazr,
wah iya 11-12 🙂
LikeLike
maaf, ini mbak/tante ya.. bukan oom 😀
Maaf ya Devi Fazr 🙂
LikeLike
Saya malah belum pernah ke sini, padahal curug Nangka mah sudah khatam sekian kali, hehehe.. Thanks for sharing, syukurlah kalian selamat tak kena air bah atau terpeleset..
LikeLike
Hamdalah kak. Kmrn baru kesini lagi, dan ternyata jalurnya gak seserem waktu pertama kali 😀
Curug nangka dmn ya kak? Boleh lho dishare kalo ada linknya 🙂
LikeLike
pengalamanmu wow bgt.. rekomended gk sih kesini dgn area yang berat bgtu?
LikeLike
kalau sekarang ini jangan dulu deh Win. hujan makin rawan. tunggu pas kemarau aja.
LikeLike
noted heheh
LikeLike
busyeeeet ini syerem banget Defi, mana lagi musim hujan juga yaaa. Tapi emang bagus sihh curugnya. Kalo ke GSE itu bisa naik angkot gak sih kesana? kita nyari yang angkotable, tadi rencananya mau ke Curug Nangka, dll sama Pura Jagattkarta aja 😀
LikeLike
Kalau Cigamea gak serem Rin, ngangkot kayaknya bisa deh. tapi gak sampai pintu masuk. mungkin bisa disambung ojek. tapi gak recommended yaa. aku gak yakin pas pulangnya kamu bisa nemuin ojek lagi. jauh lho keluarnya. itu semacam taman nasional gitu.
aku skip lagi yah. duduk manis nunggu ceritanya terbit aja 😀
LikeLike
deeeeef ini agak OOT pertanyaannya, awal November lalu kamu ikutan trip ke Bosscha gak sih? soalnya kok ada yang mirip (foto) kamu hihihi *padahal ketemu aja blom pernah* 😛
LikeLike
Rin, itu bukan akuuuuuuh *langsung pake cadar*
LikeLike
medan menuju ke curug sangatlah luar biasa , cukup curam dan licin. tetapi ketika sudah sampai di tempat yg dituju beeehhh alangkah indah curug seribu .apalagi jika berpergian bersama keluarga dan teman-teman ;D
LikeLike
sepakat 🙂
LikeLike
Ah sama sekali ga ada serem2nya… Seru bgt bgt mlahan…
LikeLike
kali pertama ke sini berasa banget seremnya. kali kedua ternyata gak seserem waktu pertama. justru seru 😀
LikeLike
Aku pernah ke sini waktu perpisahan SMP tahun 2003, pertama ke curug cigamea, tp pas mau ke curug seribu teman” yg lain ga ada yg berani, akhirnya aku pergi berduaan doang dengan sahabatku, itupun cuma sampai setengah perjalanan kita memutuskan untuk pulang lg karena takut (hehe maklum waktu itu masih bocah SMP) langitnya gelap bgt tertutup kabut (padahal saat itu jam 2 siang), ga kuat jauhnya dan medannya jg gila bgt..
LikeLike
ayo coba trekking ke sini lagi. sekarang pasti udah lebih berani dong? 😀
LikeLike
Mupeng baged nih dah lama mupeng
tahun ini mudah2an tapak kaki sampai k curug 1000
aminnnn…..
LikeLike
aamiin..
selamat bertualang 🙂
LikeLike
aseli… mupeng nn penasaran bgt sm ni curug. smua orang yg mau gue ajak ke ni curug, ga ada yg berani, klo ada yg mau ke ni curug lg, info yaa…
*penasaran bgt* 😦
LikeLike
gak serem-serem banget kok. asal kesininya jangan pas musim hujan aja 😀
LikeLike
Pingback: Worrying gets you nowhere! | Salju Gurun
pengen juga merasaka air itu
kayaknya seger banget ya 🙂
LikeLike
segar dan dingin banget airnya. ayoo mampir ke Bogor Ardi 🙂
LikeLike
belum pernah ke Bogor, jadi ga tahu tempatnya, Kampungan ya hehehe 🙂
LikeLike
aku sering ke bogor, tapi gak pernah tahu kalo ada curug ini. dulu. pertama kali nyari sampai nyasar dan gak nyampe, akhirnya nyangkut di kebun raya. baru di pencarian yg kedua kalinya akhirnya ketemu. hhehe..
LikeLike