Jakarta Jawa Wonderful Indonesia

Pulau Kotok dan Pengalaman Diving Pertama

IMG_7506

Seiring dengan intensitas traveling yang semakin sering dan passion menjelajah yang semakin membuncah, setidaknya ada tiga hal baru yang ingin sekali saya pelajari. Tiga hal yang kalau sudah saya kuasai, pastinya akan menambah kepuasan saya saat traveling.

Pertama, saya pengen belajar fotografi, supaya foto-foto perjalanan saya lebih sedap dipandang mata. Saya juga pengen bisa bawa motor sendiri, supaya lebih leluasa kalau sewaktu-waktu pengen traveling sendiri. Dan yang ketiga, saya pengen sekali belajar menyelam. Alasannya? Sederhana saja. Secara saya tinggal di negara maritim yang hampir 70 persen wilayahnya adalah lautan, logikanya tentulah ada lebih banyak lagi lukisan Tuhan yang bisa saya nikmati di lautan. Jadi selama belum bisa menyelam, saya tentu masih termasuk golongan orang-orang yang merugi. Pejalan dari seluruh penjuru dunia saja berbondong-bondong datang bertamu untuk melihat isi laut Indonesia. Masa, sih, saya sebagai tuan rumah cuma bisa leyeh-leyeh di tepian pantainya saja. Ibarat punya rumah mewah lengkap dengan fasilitas kolam renang di halaman belakang, tapi kolamnya gak pernah dipakai lantaran gak bisa berenang. Mu-ba-zir-ba-nget!!

Dihelatnya lomba blog ‘Keindahan Kepulauan Seribu’ oleh Dinas Pariwisata Jakarta bekerja sama dengan VIVA.co.id, sepertinya adalah jawaban bagi keinginan saya untuk bisa menyelam. Kebetulan sekali, karena sebulan sebelumnya, saya baru saja mengeksplorasi enam pulau di Kepulauan Seribu. Saya jadi punya bahan tulisan yang fresh untuk diikutkan dalam kontes. Kebetulan yang bukan kebetulan. Saya menyebutnya keberuntungan. Ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan. 😉

Bukan hanya dibekali pelatihan menyelam untuk bisa mengantongi diving license, para finalis juga akan diajak mengeksplorasi isi laut Pulau Kotok bersama salah satu diver ternama Indonesia: Riyanni Djangkaru. Alangkah senangnya begitu dikabari kalau saya terpilih menjadi salah satu finalisnya. Bukan hanya keinginan untuk bisa belajar diving yang akan terkabul, saya bahkan akan menyelam bersama ahlinya! Yihaa..

IMG_7525

Rencana liburan satu minggu ke Makassar, yang kebetulan waktunya berbenturan, pun, dengan ikhlas saya batalkan. Ke Makassar masih bisa lain waktu, dan pastinya akan lebih seru saat saya sudah bisa dengan leluasa mengintip isi lautnya.

Kelas teori yang bikin ciut nyali

Ada lima kali pertemuan yang harus kami hadiri selama mengenyam pelatihan menyelam untuk bisa meraih diving license scuba diver. Tiga hari untuk kelas teori, dan dua hari untuk praktik menyelam di kolam. Masing-masing kelas berdurasi antara dua sampai tiga jam.

Sebelum bisa mengikuti kelas scuba diving ini, kami diminta untuk mengisi formulir yang isinya menyatakan kondisi riwayat kesehatan kami. Dari formulir ini akan diketahui dan dinilai, apakah secara rekam medis, kami diperbolehkan untuk melanjutkan pelatihan ini atau tidak. Karena orang-orang yang memiliki riwayat penyakit tertentu, seperti diabetes, asma, dan epilepsi, tidak diperbolehkan untuk menyelam.

Di sesi pertama kelas teori hari pertama, kami bertemu dengan Bang Jhon E. Sidjabat, NAUI course director sekaligus pendiri Global Dive Centre, yang akan menjadi instruktur utama kami selama pelatihan menyelam. NAUI (National Association of Underwater Instructors) merupakan organisasi pelatihan dan sertifikasi diving terbesar kedua di dunia yang didirikan di Amerika dan telah memiliki kantor perwakilan di berbagai belahan dunia, termasuk wilayah Asia yang berkedudukan di Kuala Lumpur. Tapi untuk bisa memperoleh sertifikasi dari NAUI, kita nggak perlu jauh-jauh pergi kesana, karena di Indonesia, sertifikasi dari NAUI bisa diperoleh di Global Dive Centre, tempat kami berlatih menyelam selama hampir satu pekan.

Kenapa penyelam harus memiliki sertifikat? Sertifikat yang kita punya, menunjukkan kompetensi dan kapasitas menyelam kita. Kalau masih bersertifikat scuba diver, dive guide otomatis nggak akan ngajakin kita menyelam di kedalaman lebih dari 18 meter, dan nggak akan ngajakin kita menyelam di spot-spot yang membutuhkan skill khusus setingkat advance diver. Untuk bisa menyewa peralatan menyelam, pun, hampir selalu kita diwajibkan untuk menunjukkan diving license terlebih dulu. Ibarat Surat Ijin Mengemudi bagi para pengemudi, diving license merupakan SIM-nya para penyelam. Surat Ijin Menyelam.

Disamping bercerita tentang berbagai pengalaman ajaib petualangan menyelamnya yang telah menembus angka lima ribu sekian, Bang Jhon juga meluruskan sejumlah kesalahan persepsi yang selama ini bertengger di benak kami. Salah satunya tentang karakter hiu yang ternyata tidak berselera dengan daging manusia. Hiu memang terkenal tak jarang menyerang manusia, tapi bukan untuk melahapnya. Justru manusialah yang kini semakin ganas memangsa hiu, mengambil siripnya untuk dijadikan santapan, lalu membuang sisa tubuhnya begitu saja ke lautan. Padahal memangsa hiu berakibat pada rusaknya ekosistem dan kacaunya rantai makanan di lautan.

Menurut Bang John, kebanyakan korban serangan hiu adalah justru mereka yang berenang dan snorkeling di permukaan, bukan para penyelam.

Kepada kami, Bang John juga mengingatkan untuk tidak memberi makan ikan-ikan kecil selama menyelam. Kebiasaan ini justru akan membahayakan penyelam saat menyelam ‘dengan tangan hampa’. Karena terbiasa mendapat ‘oleh-oleh’ makanan, ikan-ikan kecil cenderung akan menyerang penyelam yang ‘tidak membawa apa-apa’.

Lalu sampailah Bang John pada sesi materi yang membuat saya gelisah berhari-hari setelahnya. Secara sepintas Bang John menyinggung berbagai resiko yang mungkin akan dialami para penyelam, yang detailnya baru saya dapatkan di hari kelima pelatihan. Bang Jhon juga sempat bercerita tentang kecelakaan menyelam yang baru saja menimpa penyelam pemula di Togean, juga kecelakaan menyelam yang telah merenggut nyawa temannya sesama course director. Tak hanya menghantui penyelam pemula, kecelakaan saat menyelam bisa menimpa siapa saja, termasuk dive master sekalipun.

Sesi kedua yang diisi oleh Jey, yang membahas secara detail seluk-beluk penggunaan dan perawatan diving equipment, saya lalui dengan konsentrasi bercabang, seiring dengan kegalauan yang satu per satu mulai bermunculan.

Sepulang dari pelatihan hari pertama, saya langsung meluncur ke dunia maya, mencari tahu lebih detail tentang berbagai resiko menyelam. Terutama yang berkaitan dengan aspek medisnya. Karena yang paling saya khawatirkan bukanlah resiko diserang hiu atau spesies laut lainnya. Saya justru takut mengalami kepanikan saat menyelam, yang membuat saya melakukan tindakan bodoh dan ceroboh yang bisa membahayakan keselamatan. Karena sewaktu menyelam, konsentrasi kita akan mengalami penurunan yang disebabkan semakin tingginya tekanan di lautan.

Sempat terlintas untuk mengundurkan diri saja, membuang jauh-jauh mimpi saya untuk bisa menyelam, lalu pergi liburan ke Makassar. Masih ada waktu empat hari untuk memilih dan mempertimbangkan keputusan saya. Empat hari yang tersisa sebelum pelatihan diving hari kedua, sebelum tiket PP Jakarta – Makassar saya hangus sia-sia. Empat hari yang saya habiskan untuk menyakinkan diri sendiri bahwa saya akan baik-baik saja. Bahwa saya tengah belajar dengan ahlinya, dalam pengawasan ekstra mereka. Empat hari dengan malam-malam yang diwarnai mimpi-mimpi penyelaman. Bukan Pantai Losari, Leang-leang, atau Londa di Toraja.

Tembok penghalang itu bernama ‘rasa takut’

Hari kedua dan ketiga les diving diisi dengan pelatihan menyelam di kolam renang Senayan yang berkedalaman 3 sampai 5 meter, mempraktikkan sejumlah teknik dasar menyelam yang telah disinggung sebelumnya di kelas teori.

Disaat teman-teman yang lain sudah mulai tenggelam ke dasar kolam, saya masih berusaha mengusir rasa mual yang berulang kali muncul saat memasukkan regulator ke mulut, membuang jauh-jauh bayangan mulut-mulut yang pernah memakainya.

Disaat teman-teman yang lain sudah mulai mempraktikkan teknik mask skills dan regulator skills, saya masih saja sibuk beradaptasi dengan alat-alat yang menempel di tubuh, berusaha untuk nyaman dan membiasakan diri bernafas melalui mulut dengan bantuan regulator.

Kemajuan menyelam saya di hari pertama praktik kolam benar-benar menyangsikan. Saya nggak berhasil mencapai dasar kolam; hanya menyelam di kedalaman satu meter dengan durasi yang sangat sebentar. Sewaktu telinga mulai terasa sakit, saya serta-merta menjadi khawatir akan resiko pecahnya gendang telinga. Dengan panik dan tergesa-gesa, saya pun meluncur kembali ke permukaan. Padahal secara teori, telinga baru akan terasa sakit saat terjadi perubahan tekanan yang berubah setiap kelipatan 1,5 meter penyelaman. Dan saya baru menyelam di kedalaman satu meter saja!

Begitupun saat irama pernapasan saya mulai kacau, saya memilih kembali ke permukaan karena khawatir paru-paru saya akan kenapa-kenapa. Terlalu banyak membaca dan mencari tahu resikonya malah membuat rasa takut saya semakin meraja.

Di hari kedua praktik kolam, progress menyelam saya malah mengalami kemunduran. Selama hampir dua jam di kolam, saya hanya berenang-renang di permukaan, melatih pernapasan. Sedang teman-teman yang lain sudah sampai pada tahap buoyancy skills, safety skills, dan buddy system.

Saya semakin putus asa, keinginan untuk mundur pun kembali datang menggoda. Satu per satu kegalauan kembali bermunculan, menari-nari dalam pikiran. “Tiket ke Makassar terlanjur hangus”. “Kalau saya mundur, ruginya jadi kuadrat”. “Kapan lagi saya bisa mencicipi diving?!”. “Belum tentu akan ada kemauan lagi”. “Belum tentu pelatihannya akan seaman ini”.

“The brick walls are there to show how badly we want something”.

Satu kalimat sakti favorite saya, milik Randy Paush, tiba-tiba meluncur dan terngiang-ngiang dalam kepala. Dan tembok penghalang saya kali ini tak lain adalah rasa takut yang harus saya atasi. Lagi-lagi saya kembali meyakinkan diri sendiri bahwa saya akan baik-baik saja. Bahwa rasa takut tidak akan membawa saya kemana-mana. Hanya akan menghalangi saya untuk melihat dunia. Saya pun mulai mencari-cari dan melihat-lihat lagi foto-foto keindahan bawah laut Indonesia demi mengumpulkan motivasi dan merekatkan kembali mimpi-mimpi untuk bisa menjelajahinya.

Atas kebijakan Bang John, praktik kolam yang seharusnya hanya dua sesi bertambah menjadi tiga, khusus untuk saya dan Agung yang sama-sama belum lancar menyelamnya. Adalah Mas Ardi yang menjadi instruktur kami kali ini. Dengan kesabaran ekstra, Mas Ardi menunggu saya yang masih berusaha beradaptasi dengan pernapasan dan tekanan dalam kolam. Dengan posisi tangan mencengkeram anak tangga kolam, saya mencoba menuruninya satu per satu, hingga berhasil menyentuh dasarnya di kedalaman tiga meter. Setelahnya, saya mulai berani melepaskan cengkeraman, lalu berlutut di dasar kolam untuk beberapa saat lamanya. Mas Ardi lalu mengarahkan saya untuk mencoba berjalan di dasar kolam, menelungkupkan badan, lalu mencoba berenang, mencari buoyancy yang pas. Tanpa terasa, saya telah tiba di dasar kolam dengan kedalaman lima meter. Hanya satu jam latihan di kolam, tapi kemajuan menyelam saya hari ini benar-benar sukses melambungkan kepercayaan diri.

Pulau Kotok, I’m coming!

Sejauh ini, Pulau Kotok yang terbaik

Langit yang cerah dan ombak yang ramah di Jumat pagi, seperti kompak berkonspirasi dengan angin yang sayup-sayup menyusup dari celah jendela, membuai saya hingga jatuh terlelap. Satu setengah jam lamanya perjalanan menuju Pulau Kotok dari Dermaga Marina menjadi tidak terasa. Tahu-tahu kami telah tiba.

Hijaunya tepi laut dan keramahan penghuni pulau yang datang menyambut, membuat rasa kantuk saya perlahan menyurut, hingga hilang terbawa angin laut. Satu per satu kepala kami dikalungi ikat kepala dari janur kelapa. Dan salah dua dari mereka, menyapa saya dengan salam mesra, “Assalamualaikum”.

IMG_7515IMG_7318IMG_7329

Selepas menandas habis segelas welcome drink, kami pun bergegas menuju kamar masing-masing, mengganti baju dan bersiap-siap untuk diving.

Pulau Kotok merupakan salah satu pulau resort di Kepulauan Seribu yang hanya bisa dicapai dengan menggunakan kapal cepat dari Dermaga Marina. Meskipun fasilitasnya nggak semewah Pulau Putri, tapi pulau ini telah mampu membuat saya jatuh hati sejak kali pertama melihatnya di dermaga tadi.

Seperti halnya Pulau Putri, pulau ini memiliki sejumlah bungalow yang letaknya berjauhan, di tengah hutan. Jalannya yang tertata rapi membuat aktivitas menyusuri pulau ini di siang hari memiliki keasyikkan tersendiri. Berkali-kali saya bertemu dengan biawak dan elang bondol yang memang dibiarkan bebas berkeliaran. Beberapa kali bahkan saya temukan satu-dua ekor biawak tengah asyik menggali-gali pasir di halaman depan kamar. Hanya dalam waktu kurang dari satu jam, garis pantai pulau ini telah khatam saya telusuri.

IMG_7346IMG_7366IMG_7358

Menurut Bang Sony, salah satu dive guide disini, Pulau Kotok memiliki 12 titik penyelaman dimana dua diantaranya menawarkan panorama mobil VW dan toilet yang sengaja ditenggelamkan di kedalaman 15 sampai 20 meter. Berbagai spesies laut seperti penyu, kuda laut, nudibranch, dan barakuda turut mewarnai suasana laut Pulau Kotok. Salah satu teman saya juga sempat bertemu dengan lion fish dan nemo. Jangankan dengan menyelam, hanya dengan mondar-mandir di tepi dermaganya saja, mata saya bisa menangkap rupa-rupa jenis ikan, asyik berseliweran. Ubur-ubur yang hampir tak kasat mata, pun, bisa kelihatan saking jernihnya air di permukaan.

Dari semua keindahan yang melekat di sekujur pulau ini, lagunanya yang berona kehijauanlah yang paling menghipnotis saya. Berkali-kali mengambil potretnya, rasanya masih juga belum cukup untuk mengkristalkan keindahannya. Saat memandangnya di satu sisi, laguna ini terlihat begitu mirip dengan Telaga Warna di Dieng Plateau. Dan saat memandangnya dari sisi yang lain, laguna ini sempat mengingatkan saya akan kecantikan laguna di Pulau Sempu. Betapa Pulau Kotok terlihat begitu mewah dalam balutan kesederhanaannya. Setelah bertemu dengan tujuh pulau di Kepulauan Seribu, dengan yakin saya simpulkan: sejauh ini, Pulau Kotok adalah yang terbaik.

IMG_7447IMG_7409IMG_7343

***

Travel Info :

  1. Tarif menginap di Pulau Kotok untuk paket dua hari satu malam berkisar antara 1.225.000 sampai 1.850.000 per orang. Tarif ini sudah termasuk antar jemput kapal Dermaga Marina – Pulau Kotok, 4 kali makan selama di pulau (1 breakfast, 2 lunches, 1 dinner) dan welcome drink.
  2. Untuk one day tour, tarifnya 850.000, dengan fasilitas antar jemput kapal Dermaga Marina – Pulau Kotok, satu kali makan siang, dan welcome drink.
  3. Jam keberangkatan kapal dari Dermaga 15 Marina pukul 8 pagi, dan jam kembali dari Pulau Kotok pukul 2 siang.
  4. Jangan lupa bawa senter dan lotion anti nyamuk kalau berencana menginap.

17 comments on “Pulau Kotok dan Pengalaman Diving Pertama

  1. Pingback: Itinerary Lima Hari Keliling Makassar Dan Sekitarnya – Gembol Ransel

  2. waah seru banget gratisasan. tapi kira2 habis berapa ya utk diving license di Jakarta?

    Like

  3. Terima kasih atas informasinya kak…

    Like

  4. Diving memang seruuuu… 🙂

    For diving tips and trips bisa mampir ke blog saya 🙂

    http://www.rezkito.wordpress.com

    Like

  5. Seru bisa punya lisence dan pulau kotok nya keren, tp mahal seklai kalo bayar sendiri haha 🙂 Perna mampir doang dan liat banyak biawak

    Like

  6. wah pasti seru banget tuh diving nya mantab dah.,.,.

    Like

  7. Selamat ya sudah menjadi juara finalis dalam lomba ini.

    Salam wisata

    Like

  8. Wah beruntung udah bisa dapet lisensi menyelam… disini masih menyelam kepala batu, nyelam pake alat snorkling hahahaha

    Like

  9. pulau kotok ternyata keren yahhh, tapi memang hanya khusus untuk diving ya?

    Like

  10. Pingback: Pulau Kotok dan Pengalaman Pertama Menyelam | Kutubr

  11. Pingback: Pulau Kotok dan Pengalaman Pertama Menyelam - Usum News

Ini ceritaku. Mana ceritamu? Ngobrol yuk..